Selasa, 22 November 2016

Kisah sapi dan keledai

seorang pedagang yang makmur dan kaya-raya, yang hidup di pedalaman dan bekerja di ladang. Dia memiliki banyak unta dan ternak serta mempekerjakan banyak orang orang, dan dia mempunyai seorang isteri dan anak-anak yang telah dewasa maupun yang masih kecil. Pedagang ini mendapat pengetahuan tentang bahasa binatang, dengan syarat bahwa jika dia mengungkapkan rahasianya kepada seseorang, dia akan mati; karena itu, meskipun dia mengetahui bahasa segala jenis binatang, dia tidak mengatakannya kepada siapa pun, karena takut dia akan mati. Suatu hari, ketika ia sedang duduk, dengan isteri disampingnya, dan anak-anaknya bermain di hadapannya, dia memandang pada seekor sapi dan seekor keledai yang dipeliharanya di rumah pertanian itu, diikat dekat bak-bak makanan ternak, dan mendengar sapi itu berbicara kepada keledai, "Kawanku yang selalu waspada, kuharap engkau menikmati kenyamanan dan pelayanan yang engkau dapatkan. Tanahmu disapu dan diairi, dan mereka melayanimu, memberimu makanan dari biji-bijian yang telah diayak, dan menawarkan kepadamu air yang jernih dan sejuk untuk diminum. Aku, sebaliknya, dibawa keluar yang di tengah malam untuk membajak. Mereka memasangkan pada leherku sesuatu yang mereka namakan kuk dan luku, mendorongku sepanjang hari di bawah deraan cambuk untuk membajak ladang, dan menghelaku melebihi kekuatanku sampai pinggangku koyak, dan leherku mengelupas. Mereka mempekerjakanku dari hari ke hari, membawaku kembali pada waktu gelap, menawarkan kepadaku buncis yang terbalut lumpur dan rumput kering yang bercampur dedak, dan membiarkan diriku melewatkan malam di tempat yang penuh air kencing dan kotoran. Sementara itu engkau beristirahatdi atas tanah yang tersapu bersih, telah diberi air dan dihaluskan, dengan kotak makanan yang bersih dan penuh rumput kering. Engkau tinggal dalam kenyamanan, kecuali sekali-sekali majikanmu sang pedagang menunggangimu sebentar lalu kembali. Engkau enak-enak, sementara aku keletihan; engkau tidur, sementara aku terjaga."

Ketika sapi itu selesai berbicara, si keledai berpaling kepadanya dan berkata, "Tanduk hijau, tepat sekali mereka menamakanmu sapi, sebab engkau tidak pernah menipu, mendengki, atau berlaku kejam. Karena ketulusanmu, engkau bekerja dan menguras tenagamu untuk menyenangkan yang lain. Belum pernahkah kau mendengar peribahasa, 'Karena sial, mereka bergegas di jalan?' Engkau pergi ke ladang sejak dini hari untuk menerima siksaan bajak itu sampai engkau tak tahan lagi. Jika orang yang membajak itu membawamu kembali dan mengikatmu pada bak, teruslah kau menanduk dan menyeruduk dengan tandukmu, menyepak dengan kakimu, dan melenguh meminta buncis, hingga mereka menyorongkannya padamu; selanjutnya mulailah makan. Lain kali, jika mereka membawakan makanan untukmu, jangan makan dan bahkan jangan menyentuhnya, tetapi baui sajalah, lalu mundur dan berbaringlah di atas rumput kering dan jerami. Jika engkau lakukan ini maka hidup akan menjadi lebih baik dan lebih menyenangkan untukmu dan engkau akan mendapatkan keringanan."

Sambil mendengarkan, sapi itu merasa yakin bahwa si keledai telah memberinya nasihat yang baik. Dia mengucapkan terima kasih padanya, memuji-mu Tuhan karenanya, dan memohon rahmat-Nya untuknya dan berkata, "Semoga engkau selamat dari bahaya, kawanku yang waspada." Selama pembicaraan ini berlangsung, puteriku, sang pedagang mendengarkan dan memahaminya. Pada hari berikutnya, si tukang bajak mendatangi rumah sang pedagang dan, dengan membawa sapi itu, memasangkan kuk pada lehernya dan mempekerjakannya di ladang, tetapi sapi itu tetap tinggal di belakang. Tukang bajak itu memukulnya, tetapi menuruti nasihat si keledai, sapi itu menyembunyikan rasa sakitnya, menjatuhkan diri, dan si tukang bajak memukulnya lagi. Maka sapi itu bangun dan jatuh lagi sampai malam tiba, ketika si tukang bajak membawanya pulang, dan mengikatnya pada bak. Tetapi kali ini sapi itu tidak melenguh atau menyepak-nyepak tanah dengan kakinya. Sebaliknya, dia menarik diri, menjauhi bak makanan. Karena heran, si tukang bajak memberinya buncis dan makanan ternak, tetapi sapi itu hanya membaui makanan itu dan berbalik lagi dan berbaring agak jauh di atas rumput kering dan jerami, melenguh hingga pagi. Ketika si tukang bajak tiba, dia menemukan bak makanan seperti ketika dia meninggalkannya, penuh dengan buncis dan makanan ternak, dan melihat sapi itu berbaring menelentang, hampir tidak bernafas, perutnya menggembung, dan keempat kakinya terangkat ke atas. Si tukang bajak merasa kasihan dan berkata kepada dirinya sendiri, "Demi Tuhan, ia tampak lemah dan tidak mampu bekerja." Lalu dia mendatangi sang pedagang dan berkata, "Tuan, semalam sapi itu tidak mau makan atau menyentuh makanannya."

Sang pedagang, yang telah mengetahui apa yang terjadi, berkata kepada si tukang bajak, "Pergilah mencari si keledai ang cerdik, pasangkan padanya bajak itu, dan pekerjakan ia sampai tugas sapi itu selesai." Si tukang bajak pergi, menjemput keledai, dan memasangkan kuk pada lehernya. Lalu dia membawanya ke ladang dan menghelanya dengan cambukan-cambukan sampai ia menyelesaikan tugas sapi itu, dan sementara itu ia terus dicambuk dan dipukul hingga pinggangnya koyak dan lehernya mengelupas. Ketika malam tiba si tukang bajak membawanya pulang, dan si keledai hampir tidak mampu menyeret kaki yang menyangga tubuhnya yang lelah dan telinganya terkulai. Sementara itu si sapi menghabiskan hari itu dengan beristirahat. Dia makan selueruh makanannya, minum air, dan berbaring diam, mengunyah mamahannya dengan nikmat. Sepanjang hari ia selalu memuji-muji nasihat si keledai dan memohonkan rahmat Tuhan untuknya. Ketika si keledai kembali pada malam harinya, sapi itu berdiri menyalaminya dan berkata, "Selamat malam, kawanku yang waspada! Engkau telah memberiku pertolongan yang tak terlukiskan, sebab seharian ini aku duduk nyaman. Tuhan memberkatimu." Dengan memendam kemarahan, si keledai tidak menjawab, tetapi berkata kepada dirinya sendiri, "Semua ini terjadi padaku karena aku salah perhitungan. 'Aku akan duduk manis, tetapi terus berpikir.' Jika aku tidak menemukan suatu cara untuk mengembalikan sapi ini pada keadaannya semula, aku akan mati." Lalu dia mendatangi baknya dan berbaring, sementara sapi itu terus mengunyah mamahannya dan mensyukuri rahmat Tuhan atas dirinya.

"Engkau, puteriku, juga akan mati karena salah perhitungan. Jangan berkeras, duduk sajalah dengan tenang, dan jangan mengundang bahaya bagi dirimu sendiri. Aku menasihatimu karena aku sangat menyayangimu ." Gadis itu menjawab, "Ayah, aku harus menemui raja, dan Ayah harus menyerahkan aku kepadanya." Sang ayah berkata, "Jangan lakukan itu." Gadis itu berkeras, "Aku harus." Sang ayah menjawab, "Jika engkau tetap berkeras, aku akan melakukan apa yang dilakukan pedagang itu kepada isterinya." Gadis itu bertanya, "Ayah, apa yang dilakukan pedagang itu kepada isterinya?" Sang ayah berkata.

KEBAHAGIAAN

Di saat Kita bahagia..
Waktu datang
menjemput, untuk
menghapus semua
kebahagiaan itu..
Di saat kita baru tau yang namanya arti
sebuah kebahagiaan..
Waktu datang, untuk
menghapus semua..
Waktu, Waktu, dan
waktu.. ... 


Masa lalu Indah, sulit
untuk di lupakan, ..
Mengingat semua
orang yang penting di
dalamnya..
Sahabat, teman.. dan semua orang yang
menyayangimu, kini
harus berpisah karna
adanya waktu..
Waktu akan terus
berjalan.. Hingga kau
menemukan
kebahagiaan lagi..
Mau, tidak Mau Masa
lalu harus di lupakan..
Tapi, jangan melupakan orang yang
telah membuat masa
lalumu sangat berarti..
Detik demi Detik,
menyusulmu, untuk
mengakhiri masa lalumu..
Jangan bersedih..
Tuhan, akan
memberikan yang
terbaik untukmu..
Tuhan tau, apa yang kamu butuhkan

Mimpi seorang tukang batu

Alkisah seorang pemuda tengah berjalan di siang hari yang panas dengan perasaan kecewa. Ia berpikir bahwa kehidupan yang sekarang dia jalani, tidak bahagia dan tidak menyenangkan. Saat ia berjalan, ia bertemu dengan seorang pejabat pemerintah yang begitu dikagumi dan dihormati karena memiliki kekuatan masa yang cukup besar di dalam masyarakat. Ia pun berkata, “Seandainya aku menjadi pejabat seperti itu, tentunya aku akan kuat karena aku memiliki pendukung yang banyak.” Seketika itu pulalah ia menjadi pejabat yang memiliki kekuatan masa yang banyak.
Setelah menjadi pejabat yang dihormati masyarakat, ia pun meneruskan perjalanannya. Di tengah perjalanan ia sangat kepanasan karena teriknya matahari. Ia pun berkata, “Ternyata yang lebih kuat adalah menjadi matahari bukan menjadi pejabat, aku ingin menjadi matahari yang memiliki kekuatan dengan sinarnya.” Seketika itu pulalah ia menjadi matahari yang menyengat setiap orang dengan panasnya. Ia pun berkata, “Aku sekarang kuat, tidak ada lagi yang mampu menandingiku.”
Ia pun meneruskan perjalanannya kembali, saat di tengah perjalanan ia terhalang oleh awan hitam yang sangat pekat, sehingga sinarnya terhalang oleh kehadiran awan hitam itu. Ia pun berkata, “Menjadi matahari tidak menjadikan diriku yang paling kuat, aku ingin menjadi awan hitam karena awan hitam lebih kuat dari matahari.” Seketika itu pulalah ia menjadi awan hitam. Sekali lagi begitu bangganya dia sekarang, karena menjadi yang paling kuat. Ia pun kembali meneruskan perjalanannya.
Sewaktu dalam perjalanannya, ia dikejutkan oleh angin yang berhembus dengan sangat kencang, ia pun tertiup oleh kekuatan angin. Dan ia berkata, “Oh, angin sungguh besar kekuatanmu, aku ingin menjadi sepertimu.” Seketika itu ia berubah menjadi angin. Dengan sombong ia meniupkan kekuatannya ke sana kemari, sehingga rumah dan bangunan yang tertiup olehnya hancur berantakan. Kembali ia tertawa lebar dan bangga atas kekuatan yang dimilikinya. Ia pun meneruskan perjalanannya kembali.
      Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan sebuah gunung batu, pemuda sombong ini berkata, “Hai, gunung batu minggir kau, kamu telah menghalangi jalanku.” Tetapi gunung batu ini diam seribu kata, lalu ia pun meniupkan kekuatannya. Alangkah terkejutnya dia, gunung batu tersebut tidak bergerak sama sekali dan dia pun dengan segenap kekuatan yang dimilikinya membenturkan dirinya ke gunung batu dengan harapan gunung batu tersebut roboh. Tetapi apa yang terjadi ia sendiri yang roboh dan ia pun berkata, “Gunung batu ini begitu kuat, aku ingin menjadi sepertinya.” Seketika itu pulalah dia menjadi gunung batu. Dia pun berpikir tidak ada lagi kekuatan yang menandingi dirinya. Tapi apa yang terjadi, dia dikejutkan oleh seorang tukang batu yang memecah dirinya menjadi berkeping-keping dengan palu yang digunakannya. Tanpa basa-basi lagi ia berkata, “Sungguh hebat sekali tukang batu ini, aku ingin menjadi sepertinya.” Seketika itu pulalah dia terbangun dari mimpinya, kemudian dia termenung sesaat dan kembali meneruskan pekerjaannya sebagai tukang batu.
      Saudara, dari cerita di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa tidak ada satu pun makhluk yang ada di bumi ini menjadi yang terkuat dan paling berkuasa, semua memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Kesombongan dan iri hati hanya akan merusak diri kita sendiri. Hanya dengan berusaha, berdoa, dan berpasrah diri kita dapat meraih kunci sukses dalam hidup ini.

Nuzul Al-Qur’an



Nuzul Al-Qur’an
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Tafsir

Disusun Oleh:
Zaini Maftukhin

STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembuatan makalan ini dilator belakangi oleh keingintahuan kami sebagai makhluk ciptaan tuhan yang diberi akal dan pikiran sehingga menurut kami untuk mencari tahu segala sesuatu yang telah diciptakannya.
Dari sekian banyak penciptaan Allah SWT, salah satunya adalah adanya nuzul al-Qur’an yang mempunyai arti masing-masing secara etimologi dan terminologi.
Dan agar mengetahui pemeliharaan al-Qur’an. Menyusun makalah ini didasarkan akan tugas kelompok yang harus diselesaikan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan nuzul al-Qur’an ?
2.      Bagaimana tahapan turunnya al-Qur’an ?
3.      Bagaimana pemeliharaan al-Qur’an ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok.
2.      Untuk mengetahui nuzul al-Qur’an.
3.      Untuk mengetahui pemeliharaan al-Qur’an.

ZUHUD dan WARA’



ZUHUD dan WARA’
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Tasawuf

Disusun Oleh:
Ahmad Anang Rifa’i
Mohamad Ali Musthofa
M. Wahib Shobari
Dhohir Abdul Qohhar

STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut asumsi mayoritas masyarakat indonesia, zuhud dan wara’ sangat bertolak belakang di zaman modern kini. Karena mereka saat ini sedang cinta-cintanya terhadap dunia yakni harta, tahta, dan wanita. Gaya hidup mewah, glamour, dan berlebih-lebihan sudah menjadi karakteristik, sehingga memaksa mereka untuk melakukan perbuatan maksiat (dosa).
Ada beberapa komunitas orang kaya yang berlimpahkan harta dunia, bahkan seolah-olah apa yang mereka rencanakan selalu terealisasikan dengan mudah dan cepat, tetapi mereka masih saja merasa kurang dengan apa yang mereka miliki. Mereka belum bisa menerapkan gaya hidup yang sederhana untuk menuju tingkatan zuhud dan wara’ sehingga banyak kasus korupsi merajalela dalam ranah tanah air indonesia kita.
Oleh karena itu, perlunya pengkajian ulang tentang zuhud dan wara’ dalam kehidupan sekarang ini, Kami mengangkat judul ini demi kemaslahatan umat manusia supaya dapat memahami dan menerapkan sikap zuhud dan wara’ dalam kegiatan sehari-hari, serta menyeimbangkan kehidupan mereka antara duniawi dengan ukhrawinya di dalam era moderen sekarang ini.   

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian zuhud dan wara’?
2.      Bagaimana karakteristik zuhud dan wara’?
3.      Apa saja tingkatan zuhud dan wara’?
4.      Apa saja fadhilah zuhud dan wara’?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menyeimbangkan kehidupan antara duniawi dengan ukhrawinya, dengan cara optimalisasi secara intensif di dalam mengetahui salah satu sifat terpuji yakni zuhud dan wara’, dengan target sebagai berikut:
1.      Mahasiswa memperoleh wawasan dan mampu untuk mendefinisikan zuhud dan wara’.
2.      Mahasiswa mampu untuk menyebutkan tingkatan-tingkatan zuhud.
3.      Mahasiswa mengetahui dan dapat menyebutkan karakteristik zuhud dan wara’.
4.      Mahasiswa bisa menjelaskan tentang perkara syubhat.
5.      Mahasiswa mampu menyebutkan fadhilah zuhud dan wara’.