Selasa, 22 November 2016

Kritisisme



Kritisisme
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Umum

Disusun Oleh:
Ilham Farkhani
Mohamad Ali Musthofa

STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berfikir kritis sangat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa dan negara, karena dapat mendorong manusia untuk mempertimbangkan apa yang telah ia ketahui antara akal dan pengalaman tanpa mengabaikan batasan-batasannya.
Pada masa modern sekarang ini, banyak manusia berfikir dengan mengutamakan rasio dan mengesampingkan pengalaman, padahal tidak semua kebenaran itu bisa ditemukan dengan akal. Begitu pula sebagian mereka ada yang berfikir dengan mengutamakan pengalaman tanpa memakai penalaran, padahal indrawi juga bersifat terbatas. Sebab itu sangatlah diperlukan di dalam mencari sebuah kebenaran dengan menggunakan keduanya, baik penalaran maupun pengalaman serta mempertimbangkan batas-batas rasio dan indrawi.
Oleh karena itu, kami rasa sangat perlu mengangkat judul ini “Kritisisme” sebagai suatu pembahasan, sehingga terciptanya pemikiran yang kritis demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara ini. 

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana asal usul munculnya kritisisme?
2.      Apa pengertian kritisisme?
3.      Siapakah tokoh kritisisme?
4.      Bagaimana pemikiran kritisisme?
5.      Apa saja karakteristik kritisisme?
6.      Apa saja kritik-kritik kritisisme?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk optimalisasi bagi mahasiswa di dalam mengetahui tentang “Kritisisme” secara intensif dalam mata kuliah filsafat umum, dengan target sebagai berikut:
1.      Mahasiswa memperoleh wawasan tentang asal-usul kritisime dan mampu untuk mendefinisikannya.
2.      Mahasiswa mengetahui tokoh kritisisme dan dapat menyebutkan tentang pemikirannya.
3.      Mahasiswa mengetahui karakteristik kritisisme beserta kritik-kritiknya.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Asal-Usul Kritisisme
Asal mula munculnya aliran kritisisme berawal dari pendirian rasionalisme dan empirisme yang bertolak belakang. Rasionalisme berpendirian bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan, sedangkan empirisme berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman menjadi sumber tersebut. Immanuel Kant (1724-1804) berusaha mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan filsafatnya yang dinamakan kritisisme (aliran yang kritis).[1]

B.     Pengertian kritisisme
Kritisisme menurut bahasa berasal dari dua kata, yaitu kritis berarti beralasan dan reflektif. Sedangkan isme adalah suatu aliran pemikiran.[2]
Sedangkan menurut istilah Kritisisme adalah aliran pemikiran yang beralasan  dan reflektif berdasarkan batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.[3]

C.    Tokoh Kritisisme
Tokoh kritisisme adalah Emmanuel Kant (1724-1804 M), ia lahir di Konisbergen, Prusia Timur, Jerman. Sejak kecil ia tidak meninggalkan desanya, kecuali hanya selama beberapa waktu singkat untuk mengajar di desa tetangganya. Pikiran-pikiran dan tulisan-tulisannya yang sangat penting dan membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat modern.[4]
Dalam dunia filsafat, karya immanuel kant banyak sekali antara lain adalah kritik der reinen vernunft reason atau critique of pure reason (kritik atas rasio praktis), kritik der practischen vernunft atau critique of practical reason (kritik atas rasio praktis), dan kritik der urteilskarft atau critique of judgment (kritik atas daya pertimbangan) .[5]  
D.    Pemikiran Kritisisme
Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah dalam menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengenalan manusia merupakan sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur-unsur aposteriori.
Kebenaran merupakan sensasi-sensasi yang masuk melalui alat indra kemudian masuk ke dalam otak, lalu objek itu diperhatikan, kemudian disadari. Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran tertentu, yaitu hukum-hukum. Karena hukum-hukum itulah, tidak semua stimulus yang menerpa alat indra dapat masuk ke otak. Penangkapan itu telah diatur oleh persepsi sesuai dengan tujuan. Tujuan inilah hukum-hukum itu.[6] Kebenaran apriori diperoleh melalui struktur jiwa yang kemudian masuk dalam idea. Oleh karena itu, pengenalan berpusat pada subjek, bukan pada objek.[7]
Gagasan utama kritisisme adalah tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti: 1) apa yang dapat saya ketahui?; 2) apa yang harus saya lakukan?; 3) apa yang boleh saya harapkan?.[8]

E.     Karakteristik Kritisisme
Karakteristik kritisisme dapat disimpulkan dalam tiga hal:
1.         Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan bukan pada objek;
2.         Penegasan tentang keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat sesuatu; rasio hanya mampu menjangkau gejalanya;
3.         Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa ruang dan waktu dan peranan unsur aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.[9]

F.     Kritik-Kritik Kritisisme
1.      Kritik atas Rasio Murni
Menurut kant, baik rasionalisme maupun empirisme, kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara sintesis dari unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.[10]
Kant sangat mengagumi empirisme hume yang bersifat radikal dan konsekuen, tetapi ia tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut hume dengan kesimpulannya bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak dapat mencapai kepastian.[11]
   Menurut kant ada tiga tahap pengenalan, yaitu:
a)      Pada taraf indra
Menurut kant, unsur apriori itu sudah terdapat pada taraf indra. Dalam pengetahuan indrawi ada dua bentuk apriori, yaitu ruang dan waktu, dan keduanya berakar dalam struktur subjek sendiri. Terkadang ada realita yang terlepas dari subjek, yang hanya bisa dikenal dengan gejala-gejalanya saja.[12]
b)      Pada taraf akal budi
Pengenalan akal budi juga merupakan antara bentuk dengan materi. Materi adalah data-data indrawi dan bentuk adalah apriori, yang terdapat pada akal budi. Bentuk apriori ini dinamakan kant dengan istilah “kategori”.[13]
c)      Pada taraf rasio
Rasio membentuk argumentasi dengan dipimpin oleh tiga ide, yaitu: jiwa, dunia, dan allah. Ide menurut kant adalah cita-cita yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis (jiwa), kejadian jasmani (dunia), dan segala-galanya yang ada (allah). Ketigsa ide ini mengatur agumentasi dalam pengalaman.[14]
2.      Kritik atas Rasio Praktis
Rasio praktis adalah rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan; atau dengan kata lain, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak (imperatif kategori). Terdapat tiga postulat dari rasio praktis, yaitu: kebebasan kehendak, inmoralitas jiwa, dan adanya allah.[15]
Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoretis harus diandaikan atas dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang ketiga postulat tersebut, kita semua tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat dinamakan oleh kant sebagai kepercayaan.[16]
3.      Kritik atas Daya Pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksudnya kritik ini adalah mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini dengan menggunakan konsep finalitas (tujuan). [17]
Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif.  Finalitas yang bersifat subjektif yaitu manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Sedangkan finalitas yang bersifat objektif yaitu keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam. [18]
Kritisisme kant  sebenarnya telah memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang kebenaran substansial dari sesuatu itu. Rasio tidak mutlak dapat menemukan kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak dapat dijadikan melulu tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar nyata dan rasional.[19]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kritisisme muncul berawal dari pendirian rasionalisme dengan empirirsme yang saling bertolak belakang. Kritisisme adalah aliran pemikiran yang beralasan  dan reflektif berdasarkan batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Tokoh kritisime adalah Emmanuel Kant (1724-1804 M). Pemikiran kant mempertegas bahwa rasio tidak mutlak dalam menemukan kebenaran, begitu pula pengalaman. Suatu kebenaran didapatkan oleh manusia dari sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur-unsur aposteriori.
Karakteristik kritisisme ada tiga yaitu: 1) Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek; 2) Kemampuan rasio manusia terbatas hanya mampu menjangkau gejalanya dalam mengetahui realitas; 3) Rasio Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur apriori (ruang dan waktu) dan aposteriori (materi).
Kritik-kritik kritisisme yaitu kritik atas rasio murni, kritik atas rasio praktis, dan kritik atas daya pertimbangan.
B.     Kritik dan Saran
Semoga penjelasan mengenai “Kritisisme” tersebut bisa bermanfaat bagi segenap pembaca. kami mohon maaf apabila ada kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan di atas karena keterbatasan pengetahuan. Mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Sekian dan wallahu a’lam bisshowab.


DAFTAR PUSTAKA
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008.
http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/12/10-definisi-berpikir-kritis.html


[1] Drs. Atang Abdul Hakim, M.A., Drs. Beni Ahmad Saebandi, M.Si., Filsafat Umum Dari Metologi Sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia,2008, Hal.277.
[2] http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/12/10-definisi-berpikir-kritis.html
[3] Drs. Atang Abdul Hakim, ....Ibid...Hal.281.
[4] Ibid...hal.283.
[5] Ibid...Hal.283-284.
[6] Ibid...Hal.278.
[7] Ibid...280.
[8] Ibid...Hal.282-283.
[9] Ibid…Hal.283.
[10] Ibid...Hal.284.
[11] Ibid.
[12] Ibid...Hal.285.
[13] Ibid...285.
[14] Ibid...Hal.281.
[15] Ibid...Hal.287.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] Ibid...Hal.288.
[19] Ibid.

Tidak ada komentar: