Kritisisme
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Umum”
Disusun Oleh:
Ilham Farkhani
Mohamad Ali Musthofa
STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berfikir kritis sangat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa dan negara, karena
dapat mendorong manusia untuk mempertimbangkan apa yang telah ia ketahui antara
akal dan pengalaman tanpa mengabaikan batasan-batasannya.
Pada masa modern sekarang ini, banyak manusia berfikir dengan mengutamakan
rasio dan mengesampingkan pengalaman, padahal tidak semua kebenaran itu bisa
ditemukan dengan akal. Begitu pula sebagian mereka ada yang berfikir dengan
mengutamakan pengalaman tanpa memakai penalaran, padahal indrawi juga bersifat
terbatas. Sebab itu sangatlah diperlukan di dalam mencari sebuah kebenaran
dengan menggunakan keduanya, baik penalaran maupun pengalaman serta
mempertimbangkan batas-batas rasio dan indrawi.
Oleh karena itu, kami rasa sangat perlu mengangkat judul ini “Kritisisme”
sebagai suatu pembahasan, sehingga terciptanya pemikiran yang kritis demi
kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul munculnya kritisisme?
2. Apa pengertian kritisisme?
3. Siapakah tokoh kritisisme?
4. Bagaimana pemikiran kritisisme?
5. Apa saja karakteristik kritisisme?
6.
Apa saja kritik-kritik kritisisme?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk optimalisasi bagi mahasiswa di
dalam mengetahui tentang “Kritisisme” secara
intensif dalam mata kuliah filsafat umum, dengan target
sebagai berikut:
1.
Mahasiswa memperoleh wawasan tentang asal-usul kritisime dan mampu untuk mendefinisikannya.
2.
Mahasiswa mengetahui tokoh kritisisme dan dapat menyebutkan tentang pemikirannya.
3.
Mahasiswa mengetahui karakteristik kritisisme beserta kritik-kritiknya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal-Usul Kritisisme
Asal mula
munculnya aliran kritisisme berawal dari pendirian rasionalisme
dan empirisme yang bertolak belakang. Rasionalisme berpendirian
bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan, sedangkan empirisme
berpendirian sebaliknya bahwa pengalaman menjadi sumber tersebut. Immanuel Kant
(1724-1804) berusaha mengadakan penyelesaian atas pertikaian itu dengan
filsafatnya yang dinamakan kritisisme (aliran yang kritis).[1]
B. Pengertian
kritisisme
Kritisisme
menurut bahasa berasal dari dua kata, yaitu kritis berarti beralasan dan reflektif. Sedangkan isme adalah suatu aliran pemikiran.[2]
Sedangkan
menurut istilah Kritisisme adalah aliran pemikiran yang beralasan dan reflektif berdasarkan batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.[3]
C.
Tokoh Kritisisme
Tokoh kritisisme adalah Emmanuel
Kant (1724-1804 M), ia lahir di Konisbergen, Prusia Timur, Jerman. Sejak kecil ia tidak
meninggalkan desanya, kecuali hanya selama beberapa waktu singkat untuk
mengajar di desa tetangganya. Pikiran-pikiran dan tulisan-tulisannya yang
sangat penting dan membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat
modern.[4]
Dalam dunia filsafat, karya immanuel kant banyak sekali antara lain adalah kritik der reinen vernunft reason atau critique
of pure reason (kritik atas rasio
praktis), kritik der practischen vernunft atau critique of practical
reason (kritik atas rasio praktis), dan kritik der urteilskarft
atau critique of judgment (kritik atas daya pertimbangan) .[5]
D.
Pemikiran Kritisisme
Kant memandang rasionalisme dan empirisme senantiasa berat sebelah dalam
menilai akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Ia mengatakan bahwa
pengenalan manusia merupakan sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur-unsur aposteriori.
Kebenaran merupakan sensasi-sensasi yang masuk melalui alat indra kemudian
masuk ke dalam otak, lalu objek itu diperhatikan, kemudian disadari.
Sensasi-sensasi itu masuk ke otak melalui saluran-saluran tertentu, yaitu
hukum-hukum. Karena hukum-hukum itulah, tidak semua stimulus yang menerpa alat
indra dapat masuk ke otak. Penangkapan itu telah diatur oleh persepsi sesuai
dengan tujuan. Tujuan inilah hukum-hukum itu.[6] Kebenaran
apriori diperoleh melalui struktur jiwa yang kemudian masuk dalam idea. Oleh
karena itu, pengenalan berpusat pada subjek, bukan pada objek.[7]
Gagasan utama kritisisme adalah tentang teori pengetahuan, etika, dan
estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar,
seperti: 1) apa yang dapat saya ketahui?; 2) apa yang harus saya lakukan?;
3) apa yang boleh saya harapkan?.[8]
E.
Karakteristik Kritisisme
Karakteristik
kritisisme dapat disimpulkan dalam tiga hal:
1.
Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan
bukan pada objek;
2.
Penegasan tentang keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat sesuatu; rasio hanya mampu menjangkau
gejalanya;
3.
Menjelaskan bahwa pengenalan manusia atas sesuatu itu diperoleh atas
perpaduan antara peranan unsur apriori yang berasal dari rasio serta berupa
ruang dan waktu dan peranan unsur
aposteriori yang berasal dari pengalaman yang berupa materi.[9]
F.
Kritik-Kritik Kritisisme
1.
Kritik atas Rasio Murni
Menurut kant,
baik rasionalisme maupun empirisme, kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha
menjelaskan bahwa pengenalan manusia merupakan paduan antara sintesis dari
unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.[10]
Kant sangat mengagumi empirisme hume yang bersifat radikal dan konsekuen,
tetapi ia tidak dapat menyetujui skeptisisme yang dianut hume dengan kesimpulannya
bahwa dalam ilmu pengetahuan, kita tidak dapat mencapai kepastian.[11]
Menurut kant ada tiga tahap
pengenalan, yaitu:
a) Pada taraf indra
Menurut kant, unsur apriori itu sudah terdapat
pada taraf indra. Dalam pengetahuan indrawi ada dua bentuk apriori, yaitu ruang
dan waktu, dan keduanya
berakar dalam struktur subjek sendiri. Terkadang ada realita yang terlepas dari subjek, yang
hanya bisa dikenal dengan gejala-gejalanya saja.[12]
b) Pada taraf akal budi
Pengenalan akal budi juga merupakan antara bentuk
dengan materi. Materi adalah data-data indrawi dan bentuk adalah apriori, yang
terdapat pada akal budi. Bentuk apriori ini dinamakan kant dengan istilah
“kategori”.[13]
c) Pada taraf rasio
Rasio membentuk argumentasi dengan dipimpin
oleh tiga ide, yaitu: jiwa, dunia, dan allah. Ide menurut kant adalah cita-cita
yang menjamin kesatuan terakhir dalam bidang gejala psikis (jiwa), kejadian jasmani (dunia),
dan segala-galanya yang ada (allah).
Ketigsa ide ini mengatur agumentasi dalam pengalaman.[14]
2.
Kritik atas Rasio
Praktis
Rasio praktis adalah rasio yang mengatakan apa yang harus kita lakukan; atau dengan kata lain, rasio yang memberikan perintah kepada
kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah
yang mutlak (imperatif kategori). Terdapat
tiga postulat dari rasio praktis, yaitu: kebebasan kehendak, inmoralitas jiwa,
dan adanya allah.[15]
Yang tidak dapat ditemui atas dasar rasio teoretis harus diandaikan atas
dasar rasio praktis. Akan tetapi tentang ketiga postulat tersebut, kita semua
tidak mempunyai pengetahuan teoritas. Menerima ketiga postulat dinamakan oleh
kant sebagai kepercayaan.[16]
3.
Kritik atas Daya
Pertimbangan
Sebagai konsekuensi dari “kritik atas rasio umum” dan “kritik atas rasio
praktis” ialah munculnya dua lapangan tersendiri, yaitu lapangan keperluan
mutlak di bidang alam dan lapangan kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksudnya
kritik ini adalah mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini dengan
menggunakan konsep finalitas (tujuan). [17]
Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif. Finalitas yang bersifat subjektif yaitu
manusia mengarahkan objek pada diri manusia sendiri. Sedangkan finalitas yang
bersifat objektif yaitu keselarasan satu sama lain dari benda-benda alam. [18]
Kritisisme kant sebenarnya telah
memadukan dua pendekatan dalam pencarian keberadaan sesuatu yang juga tentang
kebenaran substansial dari sesuatu itu. Rasio tidak mutlak dapat menemukan
kebenaran, karena rasio tidak membuktikan, demikian pula pengalaman, tidak
dapat dijadikan melulu tolok ukur, karena tidak semua pengalaman benar-benar
nyata dan rasional.[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kritisisme muncul berawal dari pendirian rasionalisme dengan empirirsme
yang saling bertolak belakang. Kritisisme adalah aliran pemikiran yang beralasan dan reflektif berdasarkan batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia.
Tokoh kritisime
adalah Emmanuel Kant (1724-1804 M). Pemikiran kant mempertegas bahwa rasio tidak
mutlak dalam menemukan kebenaran, begitu pula pengalaman. Suatu kebenaran didapatkan
oleh manusia dari sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur-unsur aposteriori.
Karakteristik kritisisme ada tiga yaitu: 1) Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek; 2) Kemampuan rasio manusia terbatas
hanya mampu menjangkau gejalanya dalam mengetahui realitas; 3) Rasio Menjelaskan bahwa pengenalan
manusia atas sesuatu itu diperoleh atas perpaduan antara peranan unsur apriori (ruang
dan waktu) dan aposteriori (materi).
Kritik-kritik kritisisme yaitu kritik atas rasio murni, kritik atas rasio
praktis, dan kritik atas daya pertimbangan.
B.
Kritik dan Saran
Semoga penjelasan mengenai “Kritisisme” tersebut bisa bermanfaat bagi segenap pembaca. kami mohon maaf apabila ada kesalahan baik
berupa penulisan maupun pembahasan di atas karena keterbatasan pengetahuan. Mohon kiranya kritik dan
saran yang membangun untuk kemajuan bersama. Sekian dan wallahu a’lam
bisshowab.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Atang Abdul Hakim, M.A. dan
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si., Filsafat Umum Dari Metologi Sampai
Teofilosofi, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008.
http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2012/12/10-definisi-berpikir-kritis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar