Selasa, 22 November 2016

Kebenaran Ilmiah



Kebenaran Ilmiah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Ilmu

Disusun Oleh:
Zaini Maftukhin

STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.

بسم الله الرحمن الرحيم
BAB I
                                                        PENDAHULUAN                                                       
A. Latar Belakang
Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang di sebut benar bagi seseorang belum tentu benar bagi orang lain, karna itu kegiatan berfikir adalah usaha untuk menghasilkan pengetahuan yang benaratau kriteria kebenaran. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karna sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. pengetahuan umum tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan alam fisik. Alam fisik pun memiliki perbedaan ukuran kebenaran bagi setiap jenis dan bidang pengetahuan. [1]
Oleh karena itu, untuk lebih lanjut mengenai hal-hal kebenaran, makalah ini membahas tentang “Kebenaran Ilmiah” Supaya kita bisa membedakan antara yang kita anggap benar dan yang kita anggap tidak benar .
B.  Rumusan Masalah
a. Apa arti kebenaran?                                                                                                                           
b. Menjelaskan tentang teori-teori kebenaran?
c. Menjelaskan sifat kebenaran ilmiah?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui  arti kebenaran.
2. Mengetahui tentang teori-teori kebenaran.
3. Mengetahui sifat kebenaran ilmiah.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pandangan Tentang Kebenaran Ilmiah
Manusia sebagai subjek yang mengetahui hakikat kebenaran terhadap suatu objek berkembang karena kreativitas menusia mencapai puncak pada zaman tertentu. Menurut Semiawan, dkk (1999: 76), berpendapat bahwa setiap evolusi ilmu selalu dimulai dengan suatu bahwa intelektual (intellectual exercise) oleh kelompok ilmuan tertentu yang menumbuhkan suatu gagasan baru kemudian berkembang menjadi suatu konsep baru dan kemnudia berkembang menajdi sutau konsep atau pola pengetahuan baru yang sebelumnya tidak ada ataupun tidak diharapkan akan ada, suatu tindakan kreatif yang bersumber dari suatu inovatif, bertolak dari masukan ilmu yang sudah ada sebagai batu loncatan tranformasi fundamental”. Munculnya berbagai teori ilmu (sciense) karena manusia dengan demensi kreatifnya mencapai puncak pembicaraan tentang apa yang disebut kebenaran ilmiah.[2]
Menurut Lincoln dan Cuba (1985: 14) sebagaimana pendapat Julienne Ford dalam Paradigms and Fairy Tales (1975) yang mengemukakan bahwa istilah kebenaran atau truth (T) bisa memiliki arti yang berbeda yang disimbolkan dengan T1, T2, T3, T4 (Supriadi, 1998).
Kebenaran pertama (T1) adalah kebenaran metafisik. Sesungguhnya kebenaran ini tidak bisa diuji kebenarannya (baik melalui justifikasi maupun falsifikasi/kritik) berdasarkan norma eksternal seperti kesesuaian dengan alam, logika deduktif atau standart-standart perilaku prosefional. Kebenaran metafisik merupakan kebenaran yang paling mendasar dan puncak dari seluruh kebenaran (basic, ultimate truth), karena itu harus diterima apa adanya (given for granted). Misalnya kebenaran Iman dan doktrin-doktrin absolut agama
Kebenaran kedua (T2) adalah kebenaran etik yang merujuk kepada perangkat standart moral atau profesioanl tentang perilaku yang pantas dilakukan, termasuk kode etik (code of conduct). Seseorang dikatakan benar secara etik bila ia berperilaku sesuai dengan standart perilaku itu. Sumber T2 bisa dari T1 atau dari norma sosial budaya suatu kelompok masyarakat atau komunitas profesi tertentu. Kebenaran ini ada yang mutlak (memenuhi standar etika universal) dan ada pula yang relatif.
Kebenaran ketiga (T3) adalah suatu kebenaran logika. Sesuatu dianggap benar apabila secara logik atau matematis konsisten dan koheren dengan apa yang telah diakui sebagai benar, (dalam pengertian T3) atau sesuai dengan apa yang benar menurut kepercayaan metafisik (T1). Aksioma metafisik yang menyatakan bahwa sudut-sudut segitiga sama sisi masing-masing 60 derajat, atau 1+1= 2, adalah contoh kebenaran logika. Peran rasio atau logika sangat dominan dalam T3. Meskipun demikian, sebagaimana pada bagian kebenaran T2, kebenarab ini tidak terlepas dari konsensus orang-orang yang terlibat di dalamnya. Bahkan 1 + 1 = 2 pun pada dasarnya adalah hasil konsensus, mengapa tidak 1 + 1 = 3? Tapi karena konsessus itu logis maka diterima secara bersama.
Kebenaran keempat (T4) adalah kebenaran empirik yang lazimnya dipercayai melandasi pekerjaan ilmuan dalam melakukan penelitian. Sesuai (kepercayaan asumsi, dalil, hipotesis, proposisi ) dianggap benar apabila konsisten dengan kenyataan alam, dalam arti dapat diverifikasi, dijastifikasi atau kritik. Dalam konteks ini, teori korespondensi anatara teori dengan fakta antara pengetahuan a prioriti dengan pengetahuan a posteriori (demikian Immanuel Kant menyebutnya), menjadi persoalan utama.
Di antara ke emapat kenis  kebenaran menurut Ford di atas, maka dalam kajian filsafat ilmu kajian yang difokuskan adalah terhadap kebenaran empirik (T4) yang di sebut juga kebenaran ilmiah, tentu saja dengan tidak mengesampingkan kebenaran pertama, kedua, dan ketiga. Kebenaran ilmiah yang melibatkan subjek (manusia, knower, observer) dengan objek (fakta, realitas, dan known).[3]


B.     Teori-teori Kebenaran Ilmiah
Secara tradisional teori-teori tentang kebenaran[4], yaitu:
1.      Teori kebenaran saling berhubungan
Menurut Kattoff (1986) dalam bukunya Elements of philosophy teori koherensi dijelaskan “...suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”.
Dapat diungkapkan bahwa suatu proposisi apabila berhubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada atau benar, atau juga apabila proposisi itu berhubungan dengan proposisi terdahulu yang benar.
2.      Teori kebenaran saling berkesesuaian
Teori kebenaran ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek.[5]
Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bernilai benar apabila saling berkesusaian dengan dunia kenyataan.
3.      Teori kebenaran inherensi
Teori ini disebut juga teori pragmatis. Pandangannya adalah suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat dipergunakan atau bermanfaat.
4.      Teori kebenaran berdasarkan arti
Proposisi itu ditinjau dari segi arti atau maknanya. Apabila proposisi yang merupakan pangkal tumpunya mempunyai refean yang jelas. Oleh sebab itu, teori ini  mempunyai tugas untuk menggunakan kesahan dari proposisi dalam referensinya.
5.      Teori kebenaran sintaksis
Suatu pernyataan memiliki nilai benar apabila pernyataan yang mengikuti aturan sintaksis yang baku. Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti. Teori ini berkembang di antara para Filsuf analisis bahasa.
6.      Teori kebenaran nondeskripsi
Suatu pernyataan akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsi dari  pada pernyataan itu.
7.      Teori kebenaran logis yang berlebihan
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini, bahwa problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan berakibat suatu pemborosan, karna pada dasarnya apa yang hendak dibuktikan kebenarannya memiliki drajat logis yang sama yang masing-masing saling melingkupinya.

C.    Sifat Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah maksudnya suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-tahap untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang pada hakekatnya berupa teori.
Kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang dapat menggunakan akal budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran ilmiah ini. Atas dasar ini kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang berlaku universal.
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya adalah bahwa kebenaran dari suatu teori atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan keobjektifannya dan kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek. Kebenaran ilmiah juga memiliki sifat empiris yang ingin mengatakan bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Bahkan, sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris didalam dunia ini.
Hal yang cukup penting ada perlu mendapatkan perhatian dalam hal kebenaran, yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para ilmuan pada bidangnya. Oleh karena itulah kebenaran ilmu juga memiliki sifat universal, sejauh kebenaran ilmu itu dapat dipertahankan.[6]
BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Menurut Lincoln dan Cuba (1985: 14) sebagaimana pendapat Julienne Ford dalam Paradigms and Fairy Tales (1975) yang mengemukakan bahwa istilah kebenaran atau truth (T) bisa memiliki arti yang berbeda yang disimbolkan dengan T1, T2, T3, T4 (Supriadi, 1998).
·  Kebenaran pertama (T1) adalah kebenaran metafisik.
·  Kebenaran kedua (T2) adalah kebenaran etik yang merujuk kepada perangkat standart moral atau profesioanl tentang perilaku yang pantas dilakukan, termasuk kode etik (code of conduct).
·  Kebenaran ketiga (T3) adalah suatu kebenaran logika.
·  Kebenaran keempat (T4) adalah kebenaran empirik yang lazimnya dipercayai melandasi pekerjaan ilmuan dalam melakukan penelitian.
Secara tradisional teori-teori tentang kebenaran yaitu:
ü  Teori kebenaran saling berhubungan
ü  Teori kebenaran saling berkesesuaian
ü  Teori kebenaran inherensi
ü  Teori kebenaran berdasarkan arti
ü  Teori kebenaran sintaksis
ü  Teori kebenaran nondeskripsi
ü  Teori kebenaran logis yang berlebihan
Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah maksudnya suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur baku yang harus dilaluinya.
Kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional yang dapat menggunakan akal budinya secara baik akan dapat memahami kebenaran ilmiah ini.
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya objektif, maksudnya adalah bahwa kebenaran dari suatu teori atau paradigma harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan dalam keadaan keobjektifannya dan kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan subjek.
والله اعلم باالصواب                                                
DAFTAR PUSTAKA
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, 2011.
Abbas Hamammi, 1996.
Keraf, Sonny dan Mikael Dua. Filsafat Ilmu : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta. Kanisius. 2011.
Surajiyo, Ilmu Filsafat : Suatu pengantar, Jakarta : PT. Bumi aksara, 2005.
https://www.academia.edu/8778228/Filsafat_Ilmu diposting pada tanggal 24 oktober 2014



[1] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Raja Grafindo Perasada, (2011), hlm 111.
[2] Keraf, Sonny dan Mikael Dua. Filsafat Ilmu : Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta,  Kanisius, 2011

[3] ibid,...
[4] Surajiyo, Ilmu Filsafat : Suatu pengantar, Jakarta : PT. Bumi aksara, 2005, hlm. 58.
[5] Abbas Hamammi, 1996, hlm. 116.

Tidak ada komentar: