Nuzul Al-Qur’an
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ulumul Tafsir”
Disusun Oleh:
Zaini Maftukhin
STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembuatan makalan ini dilator belakangi oleh keingintahuan kami
sebagai makhluk ciptaan tuhan yang diberi akal dan pikiran sehingga menurut
kami untuk mencari tahu segala sesuatu yang telah diciptakannya.
Dari sekian banyak penciptaan Allah SWT, salah satunya adalah
adanya nuzul al-Qur’an yang mempunyai arti masing-masing secara
etimologi dan terminologi.
Dan agar mengetahui pemeliharaan al-Qur’an. Menyusun makalah ini
didasarkan akan tugas kelompok yang harus diselesaikan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan nuzul al-Qur’an ?
2.
Bagaimana tahapan turunnya al-Qur’an ?
3.
Bagaimana pemeliharaan al-Qur’an ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk memenuhi tugas kelompok.
2.
Untuk mengetahui nuzul al-Qur’an.
3.
Untuk mengetahui pemeliharaan al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Nuzul Al-Qur’an dan Tahapan Turunnya
1.
Pengertian Nuzul Al-Qur’an
Kata nuzul
al-Qur’an adalah gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa Indonesia
diartikan dengan turunnya al-Qur’an. Dalam bahasa arab, kata “nazala” berarti turun
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.[1]
Nuzul secara etimologi mempunyai arti singgah atau tiba di tempat
tertentu. Makna nuzul dalam pengertian tersebut dalam kebiasaan orang
Arab menurut ‘Abdul ‘Azhim al-Zarqany sebagai makna hakiki. Sehingga kata
singgah, mampir, atau tiba, misalnya sering diungkapkan oleh orang Arab dalam
bahasa Indonesia “seorang penguasa singgah atau tiba di suatu tempat”.
Dr. Ahmad
al-Sayyid al-Kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf al-Qasim mengemukakan;
setidak-tidaknya, ada lima makna nuzul, yaitu, dua diantaranya yang
telah disebutkan di atas, sedangkan dua makna lainnya berarti “tertib, teratur”
dan “perkumpulan”. Kemudian yang terakhir kata; nuzul juga dapat berarti
“turun secara berangsur-angsur dan terkadang sekaligus”.[2]
Menurut
al-Zarqany, sudah pasti bahwa pengertian nuzul semacam itu tidak
dimaksudkan untuk diturunkannya al-Qur’an oleh Allah, karena pengertian
tersebut lebih tepat dan lazim digunakan dalam perihal yang berkenaan dengan
tempat dan benda atau materi yang memiliki berat jenis tertentu. Sedangkan
al-Qyr’an bukanlah semacam benda yang memiliki tempat perpindahan dari atas ke
bawah. Kalau begitu, makna penggunaan kata nuzul dalam kaitannya dengan nuzul
al-Qur’an dimaksudkan dalam pengertian yang majazi, yaitu, sebagai
ungkapan yang tidak harus dipahami secara harfiyah.
Oleh karena
itu, pengertian nuzul al-Qur’an bukanlah tergambar dalam wujud berpindah
atau turunnya al-Qur’an dari ataske bawah, tetapi haruslah dipahami bahwa
segenap penghuni langit dan bumi telah dii’lamkan (diberitahukan) oleh
Allah mengenai al-Qur’an dengan segala aspeknya.
2.
Tahapan Turunnya al-Qur’an
Sebagaimana
yang telah kita ketahui, bahwasanya Allah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi
Muhammad s.a.w melalui “Amin al-Wahyi” (Jibril a.s). Sementara itu, para Ulama
berbeda pendapat mengenai tahapan-tahapan turunnya wahyu sebelum disampaikan
kepada Rasul pilihan-Nya. Pendapat-pendapat tersebut ialah:
a.
Pendapat pertama mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan melalui tiga
tahap.
Tahap
pertama; al-Qur’an
diturunkan oleh Allah ke Lauh al-Mahfudz secara sekaligus, dalam arti,
Allah menetapkan keberadaannya di sana, sebagai mana halnya Dia menetapkan
adanya segala sesuatu sesuai kehendak-Nya, tetapi kapan saatnya serta bagaimana
caranya tidak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah.
Tahap
kedua; al-Qur’an
diturunkan dari Lauh al-Mahfudz ke Bait al-‘Izzah yang berada di
langit dunia secara sekaligus.
Tahap
ketiga; al-Qur’an
diturunkan dari Bait al-Izzah (langit dunia) dengan perantara Jibril a.s
kepada Rasulullah s.a.w. Untuk pertama kalinya pada tanggal 17 bulan Ramadhan,
dan berlanjut secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Pendapat
tersebut dianut oleh Jumhur ‘Ulama.
b. Pendapat kedua mengatakan, bahwa permulaan turunnya al-Qur’an langsung
dari Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah s.a.w. pada malam Qadar(di
bulan Ramadhan), kemudian berlanjut secara berangsur-angsur sesuai dengan
kejadian dan peristiwa dalam berbagai masa dan waktu, selama kurang lebih 23
tahun. Dengan demikian, menurut pendapat ini al-Qur’an tidak diturunkan secara
sekaligus ke Lauh al-Mahfudz dank e langit dunia sebelum disampaikan
oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah s.a.w.
c. Pendapat ketiga mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan ke langit dunia
selama 20 atau 23 atau 25kali malam Qadar. Pada setiap malam Qadar (dari
malam-malam Qadar itu) telah ditentukan ukuran turunnya untuk setiap tahun.
Setelah itu, baru diturunkan kepada Nabi s.a.w. secara berangsur-angsur
sepanjang tahun yang telah ditentukan tadi sesuai tuntutan kebutuhan. Pendapat
ini adalah hasil ijtihad dari sebagian mufasir, namun tidak disertai dengan argument.
d. Pendapat keempat mengatakan, bahwa al-Qur’an diturunkan dari Lauh
al-Mahfudz secara sekaligus, kemudian Jibril a.s. menghafalkan secara
berangsur-angsur selama 20 malam setelah itu, Jibril menyampaikan
(menurunkannya)kepada Rasulullaah s.a.w. dengan cara berangsur-angsur selama
kurang lebih 20 tahun.
Tiga
pendapat yang terakhir ini, menurut al-Zarqany dianggap lebih lemah
dibandingkan dengan pendapat pertama. Sebab pendapat yang pertama diatas
didukung dan dilandasi dengan argument-argumen yang cukup kuat.[3]
B.
Dalil dan Bukti
Turunnya al-Qur'an secara Berangsur-angsur
Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur disesuaikan dengan metode
islam dalam mengubah masyarakat, dan sesuai pula dengan fitrah yang
dimilikinya. Kesesuaian antara cara turunnya al-Qur’an yang berangsur-angsur
dengan metode islam yang gradual dalam melakukan perubahan sosial, dan
juga dengan sunnah Allah dalam mengubah masyarakat, merupakan salah satu bukti
tentang kesatuan sumber penciptaan alam semesta, kehidupan dan manusia. Selain
itu, juga mengandung bukti yang final, bahwa “sumber” al-Qur’an adalah juga
pencipta manusia dan alam semesta.
Kebanyakan ‘ulama berpendapat, bahwa satu-satunya kitab samawiy
yang diturunkan secara berangsur-angsur hanyalah al-Qur’an. Pendapat tersebut
dilandasi dengan alasan, bahwasanya orang-orang kafir dari penduduk Mekkah dan
orang-orang yahudi dari penduduk Madinah mempertanyakan kebenaran turunnya
al-Qur’an secara berangsur-angsur dengan mengatakan: “mengapa al-Qur’an tidak
diturunkan secara sekaligus sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab
terdahulu? Reaksi mereka itu dijawab langsung oleh Allah S.W.T dengan
menjelaskan hikmah-hikmahnya dibalik penurunannya secara berangsur-angsur. Hal
ini, diabadikan oleh Allah S.W.T dalam firman-Nya:
32. berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran
itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya
Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan
benar).
33. tidaklah orang-orang kafir
itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan
kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.
Jawaban tersebut menurut al-Zarqany menunjukan kepada dua aspek
sekaligus, yaitu:
Pertama : bahwa al-Qur’an itu memang diturunkan secara
berangsur-angsur.
Kedua : bahwa kitab-kitab samawiy selain
al-Qur’an sebelumnya diturunkan secara sekaligus. Pendapat ini diambl oleh
jumhur ‘ulama, bahkan hampir merupakan ijma’.
Sementara itu,
Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy tidak sejalan dengan pendapat yang menyatakan,
bahwa kitab-kitab selain al-Qur’an semuanya diturunkan secara sekaligus, karena
tidak ada dalil yang dianggap pasti dan jelas dalam menetapkan masalah itu.
Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa semua kitab samawiy yang
diberikan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu juga diturunkan secara
berangsur-angsur sebagaimana halnya al-Qur’an. [4]
C.
Pemeliharaan al-Qur’an
di Masa Nabi S.A.W
Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan tentang pemeliharaan
al-Qur’an ialah, pemeliharaan dalam bentuk pengumpulan dan penulisan al-Qur’an.
Sebab, sebagaimana diketahui, bahwa sejak permulaan turunnya Rasulullah S.A.W.
dan para sahabat sudah mulai membukukan dalam rangka pemeliharaan terhadap
al-Qur’an.
Pada dasarnya, ada dua jalur yang ditempuh oleh Rasulullah S.A.W. dan
para sahabat dalam upaya pemeliharaan al-Qur’an pada masa itu, yaitu:
pemeliharaan al-Qur’an di dada melalui hafalan dan pemeliharaan al-Qur’an di
atas material melalui tulisan.
a)
Pemeliharaan al-Qr’an
melalui Hafalan
Rosulullah s.a.w. ialah hafizh
(penghafal) al-qur’an pertama dan sekaligus contoh terbaik bagi para sahabat
khususnya ketika itu dan bagi kaum muslimin umumnya sampai hari kiamat.
Rosulullah s.a.w. adalah juga yang paling gemar menghafal dan sekaligus paling
gemar membaca al-qur’an.beliau selalu menghidupkan hafalan dan ajaran-ajarannya
melalui ibadah solat di sertai dengan perenungan dan penghayatan terhadap maknanya.
Oleh karena ketaatannya beribadah di setiap malam itulah, sehingga kedua tumit
rosulullah yang mulia itu menjadi retak-retak. Atas dasar itulah, maka tdak mengherankan
apabila ia digelari sebagai sayyid al-huffazh dan awwal al-jumma’.
Pada masa rosulullah, para sahabat r.a berlomba-lomba membaca, menghafal
dan mempelajari al-qur’an, selanjutnya mereka menyampaikan dan mengajarkan apa
yang di terimanya dari beliau kepada istri dan anak-anak mereka di rumah
masing-masing . seiring dengan semakin banyaknya sahabat yang menghafal dan
memahami al-qur’an, rosulullah s.a.w memgutus dari sebagian mereka ke berbagai
daerah, untuk membacakan dan mengajarkan al-qur’an kepada penduduk yang berada
di berbagai daerah di antaranya mash’ab bin ‘umair dan ibnu ummi maktum sebelum
hijrah ke madinah untuk mengajarkan al-qur’an kepada penduduk Negara tersebut .
rosulullah mengutus Mu’adz bin Jabal ke mekah untuk mengajarkan al-qur’an juga
,berkaitan dengan itu ‘Ubadah bin Shamit (sahabat rosulullah s.a.w. ketika itu
berkata : “apabila ada seseorang yang berhijrah (dari mekah ke madinah)
Rosulullah s.a.w. memperintahkan salah satu seorang dari kami untuk mengajarkan
al-qur’an kepada mereka, sehingga selalu kedengaran hiruk pikuk suara membaca
al-qur’an di masjid rosul. Karenanya beliau memeperintahkan agar para sahabat
mengecilkan suaranya supaya tidak kederangan gaduh”.
Adapun faktor-faktor yang di jadiakan sebagai pendorong kaum
musliminuntuk menghafalkan al-qur’an adalah sebagai berikut.
a) Al-qur’an al karim berisi aturan hidup (dustur al-hayat) yang harus di
jalankan.
b) Al-quran’an adalah merupakan tanda keagungan allah yang memiliki
keindahan balaghoh dan sekaligus mengandung I’jaz, yang menyebabkan orang-orang
arab bertekuk lutut, karena susunan bahasanya melampoi tingkat yang di miliki
mereka.
c) Para huffazh mempunyai kedudukan yang terhormat di kalangan kaum
muslimin umumnya serta di hadapan allah dan Rosulullah kususnya[5].
B) Pemeliharaan al-qur’an Melalui Tulisan
Rosulullah s.a.w dan para sahabat pada masa itu, juga melakukan
pemeliharaan terhadap alqur’an melalui tulisan dengan memanfaatkan benda-benda
material yang memungkikan untuk di gunakan .
Menurut riwayat, alat-alat yang di gunakan sebagai sarana untuk
memelihara al-qur’a, guna mengabadikan kemurnian al-qur’an, antara lain
melalui:
a.
‘usub, yaitu;
pelepah kurma yang sudah di pisahkan dari batag-batang daunnya. Penulisannya
dilakukan pada bagian-bagiannya yang datar atau rata. Selain itu juga di
lakukan di al-karanif (kulit pohon
kurma).
b.
Al-likhaf, yaitu; lempengan batu-batu halus
yang memungkinkan untuk dipindah-pindahkan.
c.
Al-riqa’ yaitu; daun-daun atau
kulit-kulit pohon tertentu.
d.
Al-aktaf, yaitu; tulang-tulang unta atau
domba yang dapat di tulisi setelah di keringkan.
e.
Al-Aktab, yaitu; papan yang bisa di
letakkan di atas punggung unta yang di gunakan untuk menahan barang-barang
bawaan.
f.
Qitha’ Al-adim, yaitu; potongan kulit-kulit unta
dan atau kulit kambing.[6]
Informasi mengenai jenis-jenis atau alat-alat tulis di atas, memberikan
gambaran kepada kita,betapa sederhananya alat-alat tulis yang digunakan para
sahabat dalam rangka memenuhi perintah rosulullah untuk mencatat wahyu ketika
rosulullah s.a.w. masih hidup.
Untuk tugas penulisan ayat-ayat al-qur’an, rosulullah s.a.w. mengangkat
beberapa juru tulis yang amat terpercaya, teliti dan sangat hati-hati dalam
urusan itu. Yang paling tersohor di antara mereka ialah Abu Bakar,Umar Utsman,
Ali bin Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah
bin Abi Sufyan dan lain-lain. Kecuali sahabat-sahabat besar itu, terdapat juga
mereka yang menulis wahyu al-qur’an sesuai yang mmereka dengar dan mereka hafal
dari rasulullah s.a.w. sebagai dokumen pribadi, seperti mushhaf ibnu mas’ud, mushhaf
ali, mushhaf a’isyah.
Para penulis itu hanya bertufgas menulis wahyu al-qur’an dan meletakkan
urutan-urutannya berdasarkan petunjuk dari rosulullah s.a.w. semua ayat-ayat
al-qur’an yang telah di tulis di hadapan nabi pada benda-benda yang
bermacam-macam itu di simpan di rumah beliau dalam keadaan yang masih
berpencar-pencar ayatnya,belum di himpun dalam satu mushhaf. Oleh karena itu, al-qur’an yang ada sekarang benar-benar
terpelihara kemurnian dan keasliannya. Salah satu faktor yang sangat menentukan
dalam ubungan kemurnian dan terpeliharanya al-qur’an secara aman ialah bahwa
“teks” yang sekarang ini di tulis menurut tuntutan dan petunjuk
rosulullah.s.a.w.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata nuzul al-Qur’an
adalah gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan
turunnya al-Qur’an. Dalam bahasa arab, kata “nazala” berarti turun dari
tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.[8]
Nuzul secara etimologi mempunyai arti singgah atau tiba di tempat
tertentu. Makna nuzul dalam pengertian tersebut dalam kebiasaan orang
Arab menurut ‘Abdul ‘Azhim al-Zarqany sebagai makna hakiki. Sehingga kata
singgah, mampir, atau tiba, misalnya sering diungkapkan oleh orang Arab dalam
bahasa Indonesia “seorang penguasa singgah atau tiba di suatu tempat”.
Pendapat
pertama mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan melalui tiga tahap:
Tahap
pertama; al-Qur’an
diturunkan oleh Allah ke Lauh al-Mahfudz secara sekaligus.
Tahap kedua;
al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfudz ke Bait al-‘Izzah yang
berada di langit dunia secara sekaligus.
Tahap ketiga;
al-Qur’an diturunkan dari Bait al-Izzah (langit dunia) dengan perantara
Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w. Untuk pertama kalinya pada tanggal 17 bulan
Ramadhan, dan berlanjut secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun.
Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur ‘Ulama.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Usman, M.Ag, 2009, ‘Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Sukses
offset).
[1] Dr.
Usman, M.Ag, ‘Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Sukses offset, 2009), hal. 37
[3] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 48
[5] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 58
[6] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 61
[7] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 62
[8] Dr.
Usman, M.Ag, ‘Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Sukses offset, 2009), hal. 37
Tidak ada komentar:
Posting Komentar