Selasa, 22 November 2016

Nuzul Al-Qur’an



Nuzul Al-Qur’an
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Tafsir

Disusun Oleh:
Zaini Maftukhin

STAI KHOZINATUL ULUM BLORA
2015/2016 M.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembuatan makalan ini dilator belakangi oleh keingintahuan kami sebagai makhluk ciptaan tuhan yang diberi akal dan pikiran sehingga menurut kami untuk mencari tahu segala sesuatu yang telah diciptakannya.
Dari sekian banyak penciptaan Allah SWT, salah satunya adalah adanya nuzul al-Qur’an yang mempunyai arti masing-masing secara etimologi dan terminologi.
Dan agar mengetahui pemeliharaan al-Qur’an. Menyusun makalah ini didasarkan akan tugas kelompok yang harus diselesaikan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan nuzul al-Qur’an ?
2.      Bagaimana tahapan turunnya al-Qur’an ?
3.      Bagaimana pemeliharaan al-Qur’an ?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok.
2.      Untuk mengetahui nuzul al-Qur’an.
3.      Untuk mengetahui pemeliharaan al-Qur’an.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Nuzul Al-Qur’an dan Tahapan Turunnya
1.      Pengertian Nuzul Al-Qur’an
Kata nuzul al-Qur’an adalah gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan turunnya al-Qur’an. Dalam bahasa arab, kata “nazala” berarti turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.[1]
Nuzul secara etimologi mempunyai arti singgah atau tiba di tempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian tersebut dalam kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Azhim al-Zarqany sebagai makna hakiki. Sehingga kata singgah, mampir, atau tiba, misalnya sering diungkapkan oleh orang Arab dalam bahasa Indonesia “seorang penguasa singgah atau tiba di suatu tempat”.
Dr. Ahmad al-Sayyid al-Kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf al-Qasim mengemukakan; setidak-tidaknya, ada lima makna nuzul, yaitu, dua diantaranya yang telah disebutkan di atas, sedangkan dua makna lainnya berarti “tertib, teratur” dan “perkumpulan”. Kemudian yang terakhir kata; nuzul juga dapat berarti “turun secara berangsur-angsur dan terkadang sekaligus”.[2] 
Menurut al-Zarqany, sudah pasti bahwa pengertian nuzul semacam itu tidak dimaksudkan untuk diturunkannya al-Qur’an oleh Allah, karena pengertian tersebut lebih tepat dan lazim digunakan dalam perihal yang berkenaan dengan tempat dan benda atau materi yang memiliki berat jenis tertentu. Sedangkan al-Qyr’an bukanlah semacam benda yang memiliki tempat perpindahan dari atas ke bawah. Kalau begitu, makna penggunaan kata nuzul dalam kaitannya dengan nuzul al-Qur’an dimaksudkan dalam pengertian yang majazi, yaitu, sebagai ungkapan yang tidak harus dipahami secara harfiyah.
Oleh karena itu, pengertian nuzul al-Qur’an bukanlah tergambar dalam wujud berpindah atau turunnya al-Qur’an dari ataske bawah, tetapi haruslah dipahami bahwa segenap penghuni langit dan bumi telah dii’lamkan (diberitahukan) oleh Allah mengenai al-Qur’an dengan segala aspeknya.
2.      Tahapan Turunnya al-Qur’an
Sebagaimana yang telah kita ketahui, bahwasanya Allah menurunkan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad s.a.w melalui “Amin al-Wahyi” (Jibril a.s). Sementara itu, para Ulama berbeda pendapat mengenai tahapan-tahapan turunnya wahyu sebelum disampaikan kepada Rasul pilihan-Nya. Pendapat-pendapat tersebut ialah:
a.       Pendapat pertama mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan melalui tiga tahap.
Tahap pertama; al-Qur’an diturunkan oleh Allah ke Lauh al-Mahfudz secara sekaligus, dalam arti, Allah menetapkan keberadaannya di sana, sebagai mana halnya Dia menetapkan adanya segala sesuatu sesuai kehendak-Nya, tetapi kapan saatnya serta bagaimana caranya tidak seorang pun mengetahuinya kecuali Allah.
Tahap kedua; al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfudz ke Bait al-‘Izzah yang berada di langit dunia secara sekaligus.
Tahap ketiga; al-Qur’an diturunkan dari Bait al-Izzah (langit dunia) dengan perantara Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w. Untuk pertama kalinya pada tanggal 17 bulan Ramadhan, dan berlanjut secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur ‘Ulama.
b.      Pendapat kedua mengatakan, bahwa permulaan turunnya al-Qur’an langsung dari Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah s.a.w. pada malam Qadar(di bulan Ramadhan), kemudian berlanjut secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian dan peristiwa dalam berbagai masa dan waktu, selama kurang lebih 23 tahun. Dengan demikian, menurut pendapat ini al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus ke Lauh al-Mahfudz dank e langit dunia sebelum disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Rasulullah s.a.w.
c.       Pendapat ketiga mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan ke langit dunia selama 20 atau 23 atau 25kali malam Qadar. Pada setiap malam Qadar (dari malam-malam Qadar itu) telah ditentukan ukuran turunnya untuk setiap tahun. Setelah itu, baru diturunkan kepada Nabi s.a.w. secara berangsur-angsur sepanjang tahun yang telah ditentukan tadi sesuai tuntutan kebutuhan. Pendapat ini adalah hasil ijtihad dari sebagian mufasir, namun tidak disertai dengan argument.
d.      Pendapat keempat mengatakan, bahwa al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfudz secara sekaligus, kemudian Jibril a.s. menghafalkan secara berangsur-angsur selama 20 malam setelah itu, Jibril menyampaikan (menurunkannya)kepada Rasulullaah s.a.w. dengan cara berangsur-angsur selama kurang lebih 20 tahun.
Tiga pendapat yang terakhir ini, menurut al-Zarqany dianggap lebih lemah dibandingkan dengan pendapat pertama. Sebab pendapat yang pertama diatas didukung dan dilandasi dengan argument-argumen yang cukup kuat.[3]

B.     Dalil dan Bukti Turunnya al-Qur'an secara Berangsur-angsur
Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur disesuaikan dengan metode islam dalam mengubah masyarakat, dan sesuai pula dengan fitrah yang dimilikinya. Kesesuaian antara cara turunnya al-Qur’an yang berangsur-angsur dengan metode islam yang gradual dalam melakukan perubahan sosial, dan juga dengan sunnah Allah dalam mengubah masyarakat, merupakan salah satu bukti tentang kesatuan sumber penciptaan alam semesta, kehidupan dan manusia. Selain itu, juga mengandung bukti yang final, bahwa “sumber” al-Qur’an adalah juga pencipta manusia dan alam semesta.
Kebanyakan ‘ulama berpendapat, bahwa satu-satunya kitab samawiy yang diturunkan secara berangsur-angsur hanyalah al-Qur’an. Pendapat tersebut dilandasi dengan alasan, bahwasanya orang-orang kafir dari penduduk Mekkah dan orang-orang yahudi dari penduduk Madinah mempertanyakan kebenaran turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur dengan mengatakan: “mengapa al-Qur’an tidak diturunkan secara sekaligus sebagaimana yang terjadi pada kitab-kitab terdahulu? Reaksi mereka itu dijawab langsung oleh Allah S.W.T dengan menjelaskan hikmah-hikmahnya dibalik penurunannya secara berangsur-angsur. Hal ini, diabadikan oleh Allah S.W.T dalam firman-Nya: 
32. berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).
33. tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.

Jawaban tersebut menurut al-Zarqany menunjukan kepada dua aspek sekaligus, yaitu:
Pertama : bahwa al-Qur’an itu memang diturunkan secara berangsur-angsur.
Kedua   : bahwa kitab-kitab samawiy selain al-Qur’an sebelumnya diturunkan secara            sekaligus. Pendapat ini diambl oleh jumhur ‘ulama, bahkan hampir merupakan ijma’.

Sementara itu, Muhammad Jamaluddin al-Qasimiy tidak sejalan dengan pendapat yang menyatakan, bahwa kitab-kitab selain al-Qur’an semuanya diturunkan secara sekaligus, karena tidak ada dalil yang dianggap pasti dan jelas dalam menetapkan masalah itu. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa semua kitab samawiy yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul terdahulu juga diturunkan secara berangsur-angsur sebagaimana halnya al-Qur’an. [4]

C.    Pemeliharaan al-Qur’an di Masa Nabi S.A.W
Dalam makalah ini, yang menjadi pembahasan tentang pemeliharaan al-Qur’an ialah, pemeliharaan dalam bentuk pengumpulan dan penulisan al-Qur’an. Sebab, sebagaimana diketahui, bahwa sejak permulaan turunnya Rasulullah S.A.W. dan para sahabat sudah mulai membukukan dalam rangka pemeliharaan terhadap al-Qur’an.
Pada dasarnya, ada dua jalur yang ditempuh oleh Rasulullah S.A.W. dan para sahabat dalam upaya pemeliharaan al-Qur’an pada masa itu, yaitu: pemeliharaan al-Qur’an di dada melalui hafalan dan pemeliharaan al-Qur’an di atas material melalui tulisan.

a)      Pemeliharaan al-Qr’an melalui Hafalan
Rosulullah  s.a.w. ialah hafizh (penghafal) al-qur’an pertama dan sekaligus contoh terbaik bagi para sahabat khususnya ketika itu dan bagi kaum muslimin umumnya sampai hari kiamat. Rosulullah s.a.w. adalah juga yang paling gemar menghafal dan sekaligus paling gemar membaca al-qur’an.beliau selalu menghidupkan hafalan dan ajaran-ajarannya melalui ibadah solat di sertai dengan perenungan dan penghayatan terhadap maknanya. Oleh karena ketaatannya beribadah di setiap malam itulah, sehingga kedua tumit rosulullah yang mulia itu menjadi retak-retak. Atas dasar itulah, maka tdak mengherankan apabila ia digelari sebagai sayyid al-huffazh dan awwal al-jumma’.
Pada masa rosulullah, para sahabat r.a berlomba-lomba membaca, menghafal dan mempelajari al-qur’an, selanjutnya mereka menyampaikan dan mengajarkan apa yang di terimanya dari beliau kepada istri dan anak-anak mereka di rumah masing-masing . seiring dengan semakin banyaknya sahabat yang menghafal dan memahami al-qur’an, rosulullah s.a.w memgutus dari sebagian mereka ke berbagai daerah, untuk membacakan dan mengajarkan al-qur’an kepada penduduk yang berada di berbagai daerah di antaranya mash’ab bin ‘umair dan ibnu ummi maktum sebelum hijrah ke madinah untuk mengajarkan al-qur’an kepada penduduk Negara tersebut . rosulullah mengutus Mu’adz bin Jabal ke mekah untuk mengajarkan al-qur’an juga ,berkaitan dengan itu ‘Ubadah bin Shamit (sahabat rosulullah s.a.w. ketika itu berkata : “apabila ada seseorang yang berhijrah (dari mekah ke madinah) Rosulullah s.a.w. memperintahkan salah satu seorang dari kami untuk mengajarkan al-qur’an kepada mereka, sehingga selalu kedengaran hiruk pikuk suara membaca al-qur’an di masjid rosul. Karenanya beliau memeperintahkan agar para sahabat mengecilkan suaranya supaya tidak kederangan gaduh”.
Adapun faktor-faktor yang di jadiakan sebagai pendorong kaum musliminuntuk menghafalkan al-qur’an adalah sebagai berikut.
a)      Al-qur’an al karim berisi aturan hidup (dustur al-hayat) yang harus di jalankan.
b)      Al-quran’an adalah merupakan tanda keagungan allah yang memiliki keindahan balaghoh dan sekaligus mengandung I’jaz, yang menyebabkan orang-orang arab bertekuk lutut, karena susunan bahasanya melampoi tingkat yang di miliki mereka.
c)      Para huffazh mempunyai kedudukan yang terhormat di kalangan kaum muslimin umumnya serta di hadapan allah dan Rosulullah kususnya[5].
B)   Pemeliharaan al-qur’an Melalui Tulisan
Rosulullah s.a.w dan para sahabat pada masa itu, juga melakukan pemeliharaan terhadap alqur’an melalui tulisan dengan memanfaatkan benda-benda material yang memungkikan untuk di gunakan .
Menurut riwayat, alat-alat yang di gunakan sebagai sarana untuk memelihara al-qur’a, guna mengabadikan kemurnian al-qur’an, antara lain melalui:
a.       usub, yaitu; pelepah kurma yang sudah di pisahkan dari batag-batang daunnya. Penulisannya dilakukan pada bagian-bagiannya yang datar atau rata. Selain itu juga di lakukan di al-karanif (kulit pohon kurma).
b.      Al-likhaf, yaitu; lempengan batu-batu halus yang memungkinkan untuk dipindah-pindahkan.
c.       Al-riqa’ yaitu; daun-daun atau kulit-kulit pohon tertentu.
d.      Al-aktaf, yaitu; tulang-tulang unta atau domba yang dapat di tulisi setelah di keringkan.
e.        Al-Aktab, yaitu; papan yang bisa di letakkan di atas punggung unta yang di gunakan untuk menahan barang-barang bawaan.
f.       Qitha’ Al-adim, yaitu; potongan kulit-kulit unta dan atau kulit kambing.[6]

Informasi mengenai jenis-jenis atau alat-alat tulis di atas, memberikan gambaran kepada kita,betapa sederhananya alat-alat tulis yang digunakan para sahabat dalam rangka memenuhi perintah rosulullah untuk mencatat wahyu ketika rosulullah s.a.w. masih hidup.
Untuk tugas penulisan ayat-ayat al-qur’an, rosulullah s.a.w. mengangkat beberapa juru tulis yang amat terpercaya, teliti dan sangat hati-hati dalam urusan itu. Yang paling tersohor di antara mereka ialah Abu Bakar,Umar Utsman, Ali bin Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan lain-lain. Kecuali sahabat-sahabat besar itu, terdapat juga mereka yang menulis wahyu al-qur’an sesuai yang mmereka dengar dan mereka hafal dari rasulullah s.a.w. sebagai dokumen pribadi, seperti mushhaf ibnu mas’ud, mushhaf ali, mushhaf a’isyah.  
Para penulis itu hanya bertufgas menulis wahyu al-qur’an dan meletakkan urutan-urutannya berdasarkan petunjuk dari rosulullah s.a.w. semua ayat-ayat al-qur’an yang telah di tulis di hadapan nabi pada benda-benda yang bermacam-macam itu di simpan di rumah beliau dalam keadaan yang masih berpencar-pencar ayatnya,belum di himpun dalam satu mushhaf. Oleh karena itu, al-qur’an yang ada sekarang benar-benar terpelihara kemurnian dan keasliannya. Salah satu faktor yang sangat menentukan dalam ubungan kemurnian dan terpeliharanya al-qur’an secara aman ialah bahwa “teks” yang sekarang ini di tulis menurut tuntutan dan petunjuk rosulullah.s.a.w.[7]

             



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata nuzul al-Qur’an adalah gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan turunnya al-Qur’an. Dalam bahasa arab, kata “nazala” berarti turun dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.[8]
Nuzul secara etimologi mempunyai arti singgah atau tiba di tempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian tersebut dalam kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Azhim al-Zarqany sebagai makna hakiki. Sehingga kata singgah, mampir, atau tiba, misalnya sering diungkapkan oleh orang Arab dalam bahasa Indonesia “seorang penguasa singgah atau tiba di suatu tempat”.
Pendapat pertama mengatakan bahwa al-Qur’an diturunkan melalui tiga tahap:
Tahap pertama; al-Qur’an diturunkan oleh Allah ke Lauh al-Mahfudz secara sekaligus.
Tahap kedua; al-Qur’an diturunkan dari Lauh al-Mahfudz ke Bait al-‘Izzah yang berada di langit dunia secara sekaligus.
Tahap ketiga; al-Qur’an diturunkan dari Bait al-Izzah (langit dunia) dengan perantara Jibril a.s kepada Rasulullah s.a.w. Untuk pertama kalinya pada tanggal 17 bulan Ramadhan, dan berlanjut secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Pendapat tersebut dianut oleh Jumhur ‘Ulama.




DAFTAR PUSTAKA

Dr. Usman, M.Ag, 2009, ‘Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Sukses offset).



[1] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Sukses offset, 2009), hal. 37

[3] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 48
[4] Dr. Usman, M.Ag, ‘ulum ..., hal.52
[5] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 58
[6] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 61
[7] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulum …, hal. 62
[8] Dr. Usman, M.Ag, ‘Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : Sukses offset, 2009), hal. 37

Tidak ada komentar: